Minggu, 13 Januari 2013

PAKAIAN BAGI PEREMPUAN MUSLIM


  a. Bagian dari fitrah Manusia
            Pakaian adalah karunia Allah kepada manusia sebagai bentuk kesempurnaan yg menjadikan manusia membutuhkan perlengkapan sesuai dengan tingkat kebudayaan dan intelektualnya.
Manusia memerlukan pakaian sebagai bagian dari produk budaya, akan tetapi Islam memberikan ketentuan berkaitan dengan pakaian (Q.S. Al-A’raf/7:26).
Faktanya, manusia sejak belum mengenal Islam, telah mengenal pakaian terlebih dahulu sesederhana apa pun pakaian tersebut. Dalam kondisi masyarakat primitif sekalipun pun, ternyata mereka merasa bahwa ada sesuatu yg harus ditutupi.
            Akan tetapi, Islam tidak hanya memandang pakaian sebagai konstruksi sosial dan budaya kemanusiaan, melainkan menjadi sebuah ibadah (ada syariat didalamnya).
b.  Pakaian ≠ Hijab
            Hijab : penghalang/tabir antara laki-laki & perempuan untuk tidak saling melihat.
            Hanya dikhususkan bagi istri-istri Nabi (Q.S. Al Ahzab/33:53).
            Dalam aplikasi ayat tersebut dilaksanakan dalam 2 bentuk:
  1. Bentuk langsung pemasangan tabir didalam rumah
  2. Para istri nabi menggunakan penutup wajah dan seluruh tubuh ketika keluar rumah untuk urusan yang syar’i
Akan tetapi, para sahabiyah Nabi tidak mendapat kewajiban yang sama. Jadi, baik sebelum maupun sesudah turun ayat tersebut tidak membedakan penampilan perempuan muslimah pada umumnya.
Pakaian perempuan tidak disebut hijab, namun disebut jilbab atau khumur (khimar). Para perempuan muslimah mendapat kewajiban menutup tubuh dengan jilbab (Q.S. Al-Ahzab/33:59), sedangkan khimar yang dimaksud dalam firman Allah dalam surat An-Nur:31 adalah penutup kepala bukan penutup wajah.
Syarat-Syarat Pakaian Muslimah
      a. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan
Kalimat “kecuali yg biasa tampak” dlm Q.S. 24:31 dijelaskan oleh Az-Zamakhsyari, “yang biasa tampak misalnya cincin, celak, dan inai. Semua itu tidak mengapa ditampakkan dihadapan laki-laki yang bukan mahramnya.
Mengenai cadar, Syaikh Nasiruddin Al-Bani dalam kitabnya Ar-Rad Al-Mufhim mengatakan, “Orang2 yang mewajibkan para perempuan menutup wajah dan kedua telapak tangannya tidak berdasar kepada Al-Qur’an dan As Sunah maupun ijma’ ulama”.
      Mengenai tumit, sebagian ulama tidak memasukkannya sebagai aurat perempuan.

b. Pakaian tidak menampakkan aurat
Kriteria : longgar (tidak sempit), tidak transparan
Q.S. 24:31 mengatakan “janganlah mereka menampakkan perhiasan” bukan “janganlah mereka menutup perhiasan” (berbeda).
Menutup ==>  busana2 ketat bisa juga dikatakan ‘menutup’
Jgn menampakkan ==> benar2 disembunyikan agar tdk kelihatan
Asumsi : makanan

c. Memperhatikan Keindahan dan Kepantasan Secara Wajar
‘Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan’ (HR. Muslim) ==> termasuk dalam berpakaian.
Imam Ath-Thabrani dalam Fath Al-Bariy mengatakan, “Sesungguhnya memelihara model zaman termasuk muru’ah (kepatutan) selama tidak mengandung dosa; dan menyalahi model serupa dgn mencari ketenaran”.
Yg tercela adalah apabila pakaian muslimah tersebut dalam rangka mencari keindahan secara berlebihan sampai mengundang syahwat laki-laki yang berinteraksi dengannya (meliputi warna ataupun aksesoris2 tambahan).
Barang siapa yg memakai pakaian kemasyhuran, maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari kiamat” (HR. Ibnu Majah)

KESIMPULAN
Demikianlah beberapa persyaratan umum pakaian muslimah. Keseluruhannya menjadi satu bagian yang utuh dari proses ibadah dan dakwah, menjaga pelaksanaan syariat akan tetapi tetap bisa memperhatikan dan mengikuti perkembangan mode untuk memenuhi selera keindahan secara wajar.

Semoga Bermanfaat.

SUMBER : Cahyadi Takariawan, Abdullah Sunono, Wahid Ahmadi, Ida Nur Laila. 2005. Keakhwatan 2 Bersama Tarbiyah Mempersiapkan Akhawat Sebagai Daiyah. Solo: Era Intermedia. Hal. 65-86. 

1 komentar: